Miley Cyrus Ungkap Pengalaman, Merasa Jadi Orang Pertama yang Dibatalkan Publik
Miley Cyrus kembali jadi perbincangan hangat setelah pengakuannya dalam wawancara dengan CBS Sunday Morning pada awal Oktober 2025. Dalam wawancara tersebut, penyanyi Flowers ini mengatakan bahwa ia merasa mungkin dirinya adalah orang pertama yang pernah “dibatalkan” atau menjadi korban cancel culture.
Pernyataan itu memicu banyak diskusi. Apakah Miley benar-benar bisa disebut “korban pertama cancel culture”? Apa latar belakang pengakuannya? Dan bagaimana fenomena cancel culture membentuk perjalanan karier serta kehidupan pribadinya?
Cancel culture adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena sosial ketika publik secara kolektif memutuskan untuk mengkritik, memboikot, atau menolak seorang figur publik akibat tindakan, pernyataan, atau perilaku yang dianggap tidak pantas.
Biasanya, fenomena ini muncul di media sosial: artis atau tokoh tertentu mendapat kecaman massal, kehilangan kontrak, hingga kehilangan dukungan publik. Dalam beberapa kasus, cancel culture dianggap sebagai bentuk “akuntabilitas sosial,” tetapi di sisi lain, banyak yang menilai budaya ini bisa sangat kejam, menghukum secara permanen tanpa memberi ruang untuk rehabilitasi.
Miley Cyrus memulai ketenarannya lewat serial Hannah Montana di Disney Channel pada tahun 2006. Dalam serial tersebut, ia memerankan seorang remaja yang menjalani kehidupan ganda: di satu sisi sebagai gadis biasa, dan di sisi lain sebagai superstar pop terkenal. Serial ini meraih kesuksesan besar dan membuat Miley menjadi idola anak-anak serta remaja di seluruh dunia. Namun, image sebagai “anak baik” Disney ternyata menjadi beban tersendiri. Publik menaruh ekspektasi besar agar Miley selalu tampil bersih, sopan, dan ramah keluarga, seolah-olah ia tidak boleh keluar dari citra yang sudah melekat pada karakter Hannah Montana.
Setelah Hannah Montana berakhir pada tahun 2011, Miley berusaha keras keluar dari bayang-bayang citra Disney. Album Can’t Be Tamed (2010) menjadi langkah awalnya untuk menampilkan sisi yang lebih dewasa, tetapi kritik mulai bermunculan. Puncak transformasi Miley terjadi lewat album Bangerz (2013) dengan single populer seperti We Can’t Stop dan Wrecking Ball. Penampilannya di MTV VMA 2013 bersama Robin Thicke, dengan gerakan sensual yang dianggap terlalu vulgar, menjadi momen yang sangat kontroversial. Media kemudian mulai memberi label “nakal” bahkan “bermasalah” kepada Miley, menjauhkan dirinya dari image bintang Disney yang manis dan polos.

Pada periode 2014–2018, Miley semakin berani bereksperimen dalam musik maupun penampilan. Ia tampil dengan gaya nyentrik, busana minim, hingga perilaku di luar panggung yang penuh pesta. Tak hanya itu, ia juga sempat menuai kritik karena dianggap melakukan cultural appropriation dengan “mengambil” elemen budaya hip-hop kulit hitam demi memperkuat citranya. Meski demikian, di masa inilah Miley mulai memperlihatkan sisi aktivitasnya. Ia terlibat dalam berbagai isu sosial, mulai dari hak hewan, isu lingkungan, hingga mendukung komunitas LGBTQ+.
Kebangkitan Miley Cyrus terjadi di periode 2019–2023. Ia kembali mendapatkan apresiasi besar berkat album Plastic Hearts (2020) yang menghadirkan nuansa rock dan memperlihatkan kualitas vokalnya yang matang. Puncaknya adalah saat ia merilis lagu Flowers pada tahun 2023, yang langsung meledak menjadi fenomena global dan bahkan memenangkan Grammy Award untuk kategori Record of the Year. Kesuksesan ini menjadi bukti bahwa meskipun sempat dianggap “dibatalkan” oleh publik dan media, Miley Cyrus mampu bertahan, bertransformasi, dan bangkit menjadi salah satu artis paling berpengaruh di dunia musik saat ini.
Dalam wawancara bersama CBS Sunday Morning, Miley Cyrus secara terbuka mengungkapkan pandangannya mengenai pengalaman menjadi target cancel culture. Ia berkata, “Aku mungkin orang pertama yang pernah di cancel. Tapi saat itu, jujur saja, rasanya menyenangkan. Aku menikmati kebebasan artistik yang baru kutemukan. Namun, pada akhirnya aku menyadari kritik itu sangat keras, bahkan sampai memengaruhi hubunganku dengan keluarga.”
Miley menambahkan bahwa kritik publik yang diterimanya sering kali terasa tidak adil, terutama mengingat dirinya masih sangat muda ketika harus mengambil keputusan-keputusan besar terkait citra dan arah kariernya. Menurutnya, pengalaman tersebut meninggalkan jejak mendalam berupa rasa malu dan bersalah yang ia bawa selama bertahun-tahun. Ia merasa bahwa publik terlalu cepat menghakimi tanpa berusaha memahami sisi manusianya, sebuah tekanan yang membuatnya semakin sadar betapa beratnya berada di bawah sorotan dunia hiburan.

Secara historis, sebenarnya banyak artis lain yang juga menghadapi pembatalan atau kritik publik keras sebelum Miley Cyrus. Britney Spears, misalnya, mengalami serangan media besar-besaran ketika menghadapi krisis pribadi pada tahun 2007. Madonna pun tak lepas dari kontroversi, terutama saat merilis video musik Like a Prayer yang menuai kritik tajam. Sementara itu, Janet Jackson mengalami kejatuhan karier setelah insiden Super Bowl 2004 yang masih sering diperbincangkan hingga kini.
Namun, ada beberapa alasan mengapa Miley merasa pengalamannya berbeda dan lebih intens dibandingkan para pendahulunya. Pertama, transformasi dirinya terjadi bersamaan dengan era awal media sosial seperti Twitter, YouTube, dan Instagram, sehingga kritik publik menyebar jauh lebih cepat dan lebih masif dibandingkan masa Britney atau Madonna. Kedua, Miley berasal dari citra Disney yang sangat ketat dalam menjaga moralitas, sehingga perubahan drastis yang ia lakukan dianggap sebagai bentuk “pengkhianatan” oleh sebagian penggemar dan orang tua. Ketiga, usianya yang masih sangat muda sekitar 20 hingga 21 tahun membuat situasi semakin kompleks. Saat itu, Miley sebenarnya masih dalam proses mencari identitas diri, tetapi publik memperlakukannya seolah ia sudah dewasa penuh yang harus bertanggung jawab penuh atas semua pilihan hidupnya.
Miley Cyrus mungkin bukan benar-benar orang pertama yang pernah “dibatalkan” publik, tapi pengalamannya menggambarkan dengan jelas kerasnya cancel culture modern. Sebagai artis muda yang berani keluar dari citra Disney, ia menghadapi hujatan besar, kehilangan simpati publik, hingga merasakan dampak emosional yang dalam.
Namun, pada akhirnya Miley membuktikan bahwa dibatalkan bukan berarti berakhir. Ia bangkit, berevolusi sebagai artis, dan mencapai puncak baru dengan lagu Flowers yang memenangkan Grammy.
Pernyataan Miley memicu diskusi penting: bagaimana publik seharusnya menilai artis muda, apakah cancel culture benar-benar adil, dan bagaimana sebaiknya kita memberi ruang bagi seseorang untuk tumbuh tanpa harus dicap selamanya oleh masa lalunya.