World Radio Day: Ketika dunia lebih berwarna bersama radio
World Radio Day (WRD) atau Hari Radio Sedunia pertama kali dicetuskan oleh Kerajaan Spanyol yang diajukan kepada UNESCO.
World Radio Day diresmikan 3 November 2011 saat General Conference UNESCO ke-36. Hari Radio Sedunia pertama kali dirayakan pada 13 Februari 2012 di London, hingga sekarang dirayakan pada tanggal yang sama setiap tahunnya.
World Radio Day dibuat untuk mengingat mengapa kita mencintai radio, dan alasan kenapa di era sekarang kita sangat membutuhkan radio lebih dari sebelumnya. Hari untuk mengingat bagaimana keunikan dan kelebihan yang dimiliki radio, dalam mempersatukan seluruh pendengar radio dimanapun berada.
Perayaan WRD di tahun 2014 mulai menghadirkan tema khusus. Dan di tahun tersebut, tema Gender Equality (persamaan gender) dan Women’s Empowerment on Radio (emansipasi wanita dalam bidang radio), yang salah satunya berfokus pada membangun keterampilan jurnalis perempuan untuk menjadi produser, penyiar, dan reporter.
Sedangkan di tahun 2015, WRD menghadirkan tema Youth and Radio (generasi muda di dunia radio). Ini bertujuan untuk menggandeng para generasi muda untuk mencintai radio, yang berfokus pada kampanye From Youth to Youth.
Dan untuk tahun 2016 kali ini, UNSECO menghadirkan tema Radio in Times of Emergency and Disaste” (nasib radio dalam era yang membahayakan). Tema yang diangkat salah satunya berfokus pada peran radio yang memiliki dampak sosial dan menyediakan akses untuk mendapatkan informasi.
Radio di Indonesia sendiri sudah mulai ada sejak jaman penjajahan Belanda dan Jepang. Siaran radio pertama di Indonesia (dulunya Nederlands Indie – Hindia Belanda), ialah Bataviase Radio Vereniging (BRV) di Batavia (sebelum jadi Jakarta), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925.
Stasiun radio di Indonesia semasa penjajahan Belanda dahulu mempunyai status swasta. Sejak adanya BRV, maka muncullah badan-badan radio siaran lainnya seperti :
- Nederlandsch Indische Radio Omroep Masstchapyj(NIROM) di Jakarta, Bandung dan Medan
- Solossche Radio Vereniging(SRV) di Solo
- Mataramse Verniging Voor Radio Omroep(MAVRO) di Yogjakarta
- Verniging Oosterse Radio Luisteraars(VORL) di Bandung
- Vereniging Voor Oosterse Radio Omroep(VORO) di Surakarta
- Chineese en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java(CIRVO) di Surabaya
- Eerste Madiunse Radio Omroep(EMRO) di Madiun
- Radio Semarang di Semarang.
Radio milik Indonesia pertama adalah Radio Republik Indonesia (RRI). Radio yang mengudara semenjak hari kemerdekaan Indonesia (pembacaan teks proklamasi) hingga akhir masa orde lama hanyalah RRI, setelah selanjutnya mulai bermunculan stasiun radio selain RRI.
Dalam era Orde Baru, radio siaran mulai muncul di setiap kota besar di Indonesia, yang saat itu disebut radio Amatir.
Berawal dari hobi untuk menghibur dan menjadi sarana interaksi masyarakat yang banyak dipelopori oleh kaum muda, Radio Siaran Swasta kemudian berkembang. Barulah sekitar tahun 1970, radio swasta atau disebut radio non-pemerintah diresmikan pemerintah Indonesia.
Di Jakarta sendiri, terdapat lebih dari 15 radio swasta yang aktif. Dengan segmentasi dan target pendengar yang berbeda-beda, para pendengar bebas memilih radio mana yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Dan hampir seluruh radio tersebut, sudah berkembang dengan menghadirkan radio streaming.
Sampai hari ini, radio masih menjadi media yang bisa memberikan informasi dengan cepat, dan juga mudah dijangkau.
Pendegar radio bisa dengan mudah mendengarkan radio sambil beraktifitas. Walaupun di era sekarang, masyarakat banyak yang mencari melalui media sosial ataupun berita televisi, karena dilengkapi dengan gambar ataupun video kejadian.
Biarpun begitu, kita tetap harus menghargai kehadiran radio di Indonesia. Karena, radiolah yang jadi saksi bisu kemerdekaan Indonesia. Happy World Radio Day! 😀 [teks Della Hermawan, Anak Trax dari LSPR | foto: www.abc.net.au]