| |

Film Baru Park Chan-wook ‘No Other Choice’ Kuasai Box Office Korea di Posisi Pertama

Ketika nama Park Chan-wook disebut, publik pencinta film global biasanya langsung mengingat Oldboy (2003) yang legendaris, The Handmaiden (2016) yang menawan, atau Decision to Leave (2022) yang memenangkan Sutradara Terbaik di Festival Film Cannes. Reputasi Park sebagai maestro sinema Korea Selatan sudah tidak diragukan lagi. Maka tidak heran jika film terbarunya, No Other Choice, menjadi salah satu rilis paling ditunggu di tahun 2025.

Film dengan genre komedi hitam-thriller ini akhirnya tayang di Korea Selatan pada 24 September 2025. Hasilnya langsung mencatatkan rekor: lebih dari 330.000 penonton pada hari pertama, mendominasi 63% pasar box office, dan melampaui 1,7 juta penonton hanya dalam lima hari pertama. Data ini menjadikan No Other Choice sebagai pembukaan domestik terbesar dalam karier Park Chan-wook.

Namun kesuksesan film ini bukan sekadar soal angka penjualan tiket. Ia juga merepresentasikan bagaimana sinema Korea kembali menjadi medium refleksi sosial sekaligus hiburan, memperlihatkan kemampuan Park untuk menyeimbangkan kritik sistemik dengan gaya visual khasnya.

Park Chan-wook sudah lama mengincar novel The Ax (1997) karya Donald E. Westlake untuk diadaptasi. Novel ini mengisahkan seorang pria pengangguran yang mengambil jalan ekstrem dengan membunuh pesaing kerja demi menyelamatkan masa depan ekonominya.

Sumber: gettyimages

Dalam wawancara dengan Reuters, Park mengaku ide ini sudah ia pertimbangkan hampir dua dekade: “Tema tentang rasa putus asa akibat kehilangan pekerjaan terasa universal. Saya sudah lama ingin menceritakan hal ini dalam konteks Korea, di mana tekanan sosial terhadap kepala keluarga sangat tinggi,” ujar Park Chan-wook.

Proyek ini akhirnya terealisasi setelah ia menyelesaikan Decision to Leave. Adaptasi The Ax diberi judul Korea 어쩔 수가 없다 (Eojjeol Suga Eopda), yang dalam bahasa Inggris dipasarkan sebagai No Other Choice. Judul tersebut menggambarkan kondisi karakter utama yang merasa tidak punya pilihan lain selain melakukan tindakan ekstrem.

Film No Other Choice dibintangi oleh jajaran aktor papan atas. Lee Byung-hun memerankan Man-soo, seorang pegawai perusahaan kertas yang di-PHK secara mendadak. Son Ye-jin tampil sebagai Mi-ri, istri yang setia namun turut tertekan oleh situasi keluarga, sementara Park Hee-soon berperan sebagai atasan yang menjadi simbol dinginnya sistem perusahaan. Dalam wawancara bersama Korea JoongAng Daily, Lee Byung-hun mengungkapkan, “Ketika membaca naskah, saya bisa langsung merasakan kepedihan sekaligus absurditas karakter Man-soo.

Park Chan-wook memintaku untuk bermain dengan dua lapisan: rasa putus asa dan humor gelap.” Dengan durasi 139 menit, film ini menekankan detail simbolik khas Park Chan-wook. Mulai dari penggunaan ruang kantor yang sempit, pencahayaan suram di rumah tangga Man-soo, hingga sentuhan humor absurd dalam adegan pembunuhan, semuanya dirancang untuk menghadirkan kritik sosial dengan nuansa ironis.

Park Chan-wook dikenal dengan ciri khas sinematik yang kuat, mulai dari simetri visual dan framing detail yang menghadirkan keindahan estetis bahkan dalam adegan penuh kekerasan, hingga penggunaan humor gelap yang membuat penonton tertawa getir di tengah tragedi. Karakter yang ia hadirkan pun cenderung abu-abu, bukan pahlawan ideal, melainkan manusia biasa dengan moralitas rapuh. Selain itu, thriller bagi Park bukan sekadar sajian sensasi, melainkan sarana menyampaikan kritik sosial, di mana kekerasan berfungsi sebagai metafora atas tekanan sistemik. Dalam No Other Choice, seluruh elemen ini hadir secara utuh. Penonton bisa menemukan momen ketika Man-soo merencanakan pembunuhan dengan tenang sambil berdiskusi ringan bersama istrinya adegan yang terasa sekaligus menakutkan dan ironis.

Sumber: gettyimages

Sebelum tayang di Korea, No Other Choice premier dunia di Festival Film Venesia 2025 sebagai kompetitor utama. Kritikus internasional memberi respons positif. The Guardian menyebut film ini sebagai “satire tajam tentang dunia kerja modern yang dikemas dengan humor kejam.”

Walaupun tidak meraih Golden Lion, keikutsertaannya di Venesia sudah cukup untuk membangun reputasi internasional. Distributor Amerika, Neon, langsung mengamankan hak edar untuk pasar Amerika Utara. Hal ini menandakan bahwa film ini akan menembus pasar global, bukan hanya berhenti di Korea.

Sebelum dirilis, No Other Choice sudah menunjukkan dominasinya di pasar dengan memimpin daftar pra-pemesanan tiket. Lebih dari 103.000 tiket berhasil terjual, atau sekitar 29% pangsa pasar, bahkan mengalahkan popularitas anime Jepang seperti Demon Slayer: Infinity Castle. Pada hari pertama rilis, 24 September 2025, film ini mencatat 330.000 penonton dengan pangsa pasar 63,1% dan pendapatan sekitar USD 4,5 juta atau sekitar Rp69,7 miliar. Angka tersebut menjadi pembukaan terbesar sepanjang karier Park Chan-wook. Kesuksesan berlanjut pada akhir pekan perdana (24–28 September 2025), ketika total penonton mencapai 1,73 juta. Di periode yang sama, pesaing utamanya seperti Chainsaw Man – The Movie: Reze Arc hanya meraih 311.706 penonton, sementara Demon Slayer: Infinity Castle mencatat 116.881 penonton. Capaian ini menegaskan bahwa film domestik Korea masih mampu melawan dominasi anime Jepang yang selama ini begitu kuat di pasar bioskop Korea.

Jika dibandingkan dengan karya-karya sebelumnya, No Other Choice menempati posisi unik dalam filmografi Park Chan-wook. Oldboy (2003) dikenal sebagai film balas dendam pribadi dengan kekerasan brutal yang ikonik, sementara The Handmaiden (2016) menampilkan kisah cinta penuh manipulasi dalam latar kolonialisme Jepang, dan Decision to Leave (2022) menghadirkan perpaduan drama investigasi dengan romansa yang puitis hingga diganjar penghargaan di Cannes. Berbeda dari itu semua, No Other Choice (2025) hadir sebagai satir tentang dunia kerja modern, dipenuhi humor gelap dan kritik tajam terhadap sistem kapitalis. Jika Oldboy dianggap karya paling intens, The Handmaiden paling sensual, dan Decision to Leave paling puitis, maka No Other Choice dapat disebut sebagai film Park yang paling politis sekaligus sosial.

Film No Other Choice bukan sekadar pencapaian box office, tapi juga pernyataan artistik dari Park Chan-wook. Dengan memadukan komedi hitam, thriller, dan kritik sosial, film ini berhasil menggambarkan absurditas dunia kerja modern yang menekan manusia sampai ke titik ekstrem.

Kesuksesan domestiknya membuktikan bahwa karya bernuansa satir tetap bisa bersaing dengan blockbuster global. Jika berhasil di pasar internasional, film ini bisa memperkuat lagi posisi sinema Korea sebagai salah satu kekuatan utama di dunia.

Pada akhirnya, No Other Choice mengingatkan kita bahwa di dunia nyata maupun fiksi, terkadang orang merasa tidak punya pilihan lain. Pertanyaannya: apakah kita benar-benar tidak punya pilihan, atau sistemlah yang membuat kita percaya demikian?

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *