Site icon TRAX

Sumpah Pemuda dibuktikan para pahlawan ini sejak usia muda

Sumpah pemuda - 28 Oktober

Sumpah Pemuda, merupakan tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Tepatnya, pada 27-28 Oktober 1928, kaum muda-mudi Indonesia dari berbagai Organisasi Kepemudaan berkumpul, dan menyatukan visi-misi untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia.

Dari pertemuan itu, terumuslah beberapa point komitmen dari para pemuda-pemudi untuk bersatu dan berjuang demi kesatuan tanah air, yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

Sumpah Pemuda yang dibacakan di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat [sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda], menegaskan cita-cita akan “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia, dan “bahasa Indonesia”. Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap Perkumpulan bangsa Indonesia.

Namun, tahukah Anak Trax, jauh sebelum Sumpah Pemuda, dan bahkan sesudah kemerdekaan Indonesia, terdapat beberapa nama pahlawan yang harus meninggal muda demi memperjuangkan cita-cita Indonesia. Mau tahu siapa saja pahlawan tersebut?

 

1. Wage Rudolf Soepratman (1903-1938)

Wage Rudolf Soepratman

Wage Rudolf Soepratman adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya” dan merupakan Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau lahir di Jatinegara, Batavia, 9 Maret 1903.

Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta, dilangsungkan Kongres Pemuda II, Soepratman kemudian memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum.

Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir saat itu terpukau mendengarnya. Ia meninggal di usia 35 tahun, pada 17 Agustus 1938 karena sakit.

2. Chairil Anwar (1922-1949)

Chairil Anwar

Chairil Anwar atau yang dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” lahir di Medan, 22 Juli 1922.

Penyair yang satu ini memang fenomenal dan kontroversial. Saat pengaruh Angkatan Pujangga Baru belum surut, sejak 1942, Chairil Anwar sudah mendobrak tata tertib berpuisi.

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang tidak teratur. Chairil meninggal di Jakarta, 28 April 1949 dikarenakan penyakit TBC, pada umur 27 tahun.

3. Robert Wolter Mongonsidi (1925-1949)

Robert Wolter Mongonsidi

Robert Wolter Mongonsidi lahir pada 14 Februari 1929 di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara. Ia seorang pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan Nasional Indonesia.

Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongonsidi dengan Ranggong Daeng Romo, dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang melecehkan dan menyerang posisi Belanda.

Ia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur. Belanda menangkapnya kembali, sayangnya kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya, melalui tim penembak di Makassar, pada 5 September 1949. Beliau meninggal pada umur 24 tahun.

4. Ignatius Slamet Rijadi (1927-1950)

Slamet Rijadi

Brigadir Jenderal TNI Anumerta Ignatius Slamet Rijadi, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Juli 1927.

Slamet Rijadi merupakan pengantin baru, istrinya Ny. Soerachmi bagian kesehatan TNI-AD, baru saja dinikahi saat cuti operasi menumpas RMS. Sayangnya, pada saat operasi tersebut, ia meninggal akibat tembakan pasukan Payung KNIL (salah satu pasukan RMS) di Benteng Victoria, Ambon, 4 November 1950, di usia 23 tahun.

5. Daan Mogot (1928-1946)

Daan Mogot

Daan Mogot lahir di Manado, 28 Desember 1928, adalah seorang pejuang dan pelatih anggota PETA di Bali dan Jakarta pada tahun 1942.

Setelah Perang Dunia ke-II selesai, ia menjadi komandan TKR di Jakarta dengan pangkat Mayor. Kemudian, pada November 1945, ia menjadi pendiri sekaligus Direktur Pertama Akademi Militer Tangerang (MAT) di usia yang terbilang sangat muda, yaitu 17 tahun.

Daan Mogot gugur di Hutan Lengkong bersama 36 orang lainnya dalam pertempuran melawan tentara Jepang, saat hendak melucuti senjata penjajah Jepang di Hutan Lengkong di Tangerang, 25 Januari 1946.

6. Pierre Andreas Tendean (1939-1965)

Pierre Andreas Tendean

Lettu Pierre Andreas Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939. Ia adalah seorang korban dalam peristiwa Gerakan 30 September, dan merupakan ajudan dari Jenderal Besar DR. Abdul Harris Nasution (Menko Hankam/Kepala Staff ABRI) pada era Soekarno.

Pierre Tendean ditangkap oleh segerombolan penculik dan dibunuh di Lubang Buaya. Ia diculik karena dikira adalah Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Tendean meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965, pada umur 26 tahun.

7. Raden Adjeng Kartini (1879-1904)

Raden Adjeng Kartini adalah seorang pahlawan Nasional Indonesia, yang memperjuangkan hak perempuan dan mengejar cita-cita untuk menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Ia lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879.

Kartini menulis sebuah buku yang dikenal dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Saat ia hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, Kartini memilih berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yaitu menikah dengan Adipati Rembang.

Kartini meninggal di Rembang setelah melahirkan dan terkena preeklampsia, 17 September 1904 pada umur 25 tahun. [teks Raina Farisya – Anak Trax Universitas Indonusa Esa Unggul | foto berbagai sumber]

Exit mobile version